"Anak-anak, coba tuliskan tiga kelebihanmu," kata seorang guru
yang hari itu menjadi pembimbing retreat bagi anak-anak sekolah
dasar. Menit demi menit berlalu namun anak-anak itu seakan masih
bingung.
Dengan setengah berakting, sang guru kemudian bersuara
keras, "Ayo, tuliskan! Kalau ngga, kertasmu saya sobek lo." Anak-
anak manis itu seketika menjadi salah tingkah.
Beberapa di antara mereka, memang tampak mulai menulis. Salah satu
di antara mereka menulis di atas kertas, "Kadang-kadang nurutin kata
ibu. Kadang-kadang bantu ibu. Kadang-kadang nyuapin adik makan."
Penuh rasa penasaran, sang guru bertanya kepadanya, "Kenapa
tulisnya kadang-kadang?" Dengan wajah penuh keluguan, sang bocah
hanya berkata, "Emang cuma kadang-kadang, guru."
Ketika semua anak telah menuliskan kelebihan dirinya, sang guru
kemudian melanjutkan instruksi berikutnya, "Sekarang anak-anak, coba
tuliskan tiga kelemahanmu atau hal-hal yang buruk dalam dirimu."
Seketika ruangan kelas menjadi gaduh. Anak-anak tampak bersemangat.
Salah satu dari mereka angkat tangan dan bertanya, "Tiga saja,
guru?" "Ya, tiga saja!" jawab guru. Anak tadi langsung
menyambung, "guru, jangankan tiga, sepuluh juga bisa!"
Apa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita sederhana itu? Saya
menangkap setidaknya ada beberapa hal penting yang bisa kita
pelajari. Salah satunya, kita sering tidak menyadari apa kelebihan
diri kita karena lingkungan dan orang di sekitar kita jauh lebih
sering mengkomunikasikan kepada kita kejelekan dan kekurangan kita.
Baru-baru ini, saya dan istri saya menyaksikan di sebuah televisi
swasta pertunjukkan seni dari para penyandang cacat. Kami benar-
benar terharu. Ada orang buta yang begitu piawai bermain piano atau
kecapi. Pria tanpa lengan dan wanita muda yang tuli dapat menari
dengan begitu indahnya. "Luar biasa, dia bisa menari dengan penuh
penghayatan. Yang membuat saya heran, dia kan tuli tapi kok bisa
mengikuti irama lagu dengan sangat tepat?" kata istri saya terkagum-
kagum.
Seorang pria buta yang bernyanyi dengan nada merdu sempat
berkata, "Saudaraku, saya memiliki dua mata seperti Anda. Namun yang
ada di depan saya hanyalah kegelapan. Ibu saya mengatakan saya bisa
bernyanyi, dan ia memberi saya semangat untuk bernyanyi." Benarlah
apa yang dikatakan Alexander Graham Bell, "Setelah satu pintu
tertutup, pintu lainnya terbuka; tetapi kerap kali kita terlalu lama
memandangi dan menyesali pintu yang telah tertutup sehingga kita
tidak melihat pintu yang telah dibuka untuk kita. " Fokuskan
perhatian pada kelebihan kita dan bukan kelemahan kita. ****
Sumber: Berfokus Pada Kelebihan Diri oleh Paulus Winarto. Paulus
Winarto adalah pemegang 2 Rekor Indonesia dari Museum Rekor
Indonesia (MURI) yakni sebagai pembicara seminar yang pertama kali
berbicara dalam seminar di angkasa dan penulis buku yang pertama
kali bukunya diluncurkan di angkasa.
Posting Komentar